Minggu, 24 Juni 2012

Alasan Mengapa Nilai-nilai Pancasila Sudah Mulai Luntur

Ini merupakan beberapa faktor mengapa nilai-nilai Pancasila sudah mulai luntur:


1.    Nilai Ketuhanan         

Manusia adalah makhluk tuhan yang paling sempurna dan otonom terdiri dari jasmani dan rohani, mempunyai sifat sebagai individu dan mahkluk social. Karena tuhan adalah mahkluk sempurna maka manusia tidak sempurna. Dalam bahasa Jawa terdapat istilah menujukan sifat kodrat manusia sebagai mahkluk tidak sempurna yaitu apes, lali, murka, dan rusak.
Sejak dahulu bangsa Indonesia sudah mempunyai suatu kepercayaan-kepercayaan terhadap alam atau mengenai kekuatan gaib. Didalam sejarah menunjukkan bahwa Indonesia tidak pernah putus-putusnya orang percaya kepada tuhan. Pada masa itu pengaruh agama terhadap kehidupan sehari-hari besar sekali terbukti adanya beberapa peninggalan, tulisan, dan adat istiadat. Bukti-bukti berupa bangunan misalnya rumah peribadatan dari berbagai agama.
Akan tetapi pada era saat ini nilai-nilai tersebut sudah mulai hilang dibenak masyarakat Indonesia, misalnya saja seorasng terorisme yang menggunakan bom bunuh diri untuk melukai, bahkan membunuh orang-orang yang menjadi sasaran mereka. Padahal didalam agama tidak dibenarkan jika sesame umat untuk saling membunuh dan jika itu terjadi maka Allah akan melaknat orang yang telah membunuh manusia lainnya tersebut, apalagi manusia yang menjadi korban bom bunuh diri itu tidak membuat kesalahan apapun terhadap orang yang membunuhnya. Semua agama tidak ada ajaran yang dibenarkan untuk membunuh sesame manusia yang lain tanpa ada sebab yang kuat. Adapun didalam agama dibenarkan umatnya untuk membunuh bahwasanya orang tersebut berbahaya bagi orang lain ataupun telah membuat dosa yang besar maka hukumannya bisa sampai dengan pembunuhan.
Nilai ketuhanan yang sejak dulu ada didalam benak masyarakat Indonesia kini boleh di katakana sudah luntur, karena saling menghargai antar umat beragama sudah hilang disebagian masyarakat.

2.    Nilai Kemanusiaan

Intisari dari nilai yang kita junjung tinggi adalah bahwa manusia memiliki wujud kemanusiaan. Bahwa manusia memiliki hati nurani yang merupakan inti kepribadian bangsa dan akan merefleksikan sebagai sikap dan tingkah laku. Kekhususan bangsa Indonesia adalah adil dan beradab. Adil berarti memberikan kepada orang lain apa yang menjadi hak dan tahu apa haknya sendiri. Beradab artinya mempunyai adab,mempunyai sopan santun, mempunyai susila, artinya ada kesediaan menghormati bangsa lain, menghormati pandangan, pendirian, dan sikap bangsa lain.
Nilai tersebut kini sudah luntur dikalangan masyarakat Indonesia, saai ini mulai masyarakat yang berada di bawah sampai yang berada di atas melakukan KKN. Para pejabat Negara menggunakan uang rakyat yang notabene bukan merupakan hak dirinya. Mereka saling berlomba-lomba untuk memperbanyak harta mereka dengan jalan korupsi. Hal ini sangat bertentangan dengan nilai kemanusiaan dimana hak-hak warga Indonesia yang tidak dapat tersalurkan kepada masyarakat luas akan tetapi hanya menumpuk kepada satu atau dua orang saja.

3.    Nilai Persatuan

Bangsa Indonesia dengan cirri-cirinya guyub, rukun, bersatu dan kekeluargaan, bertindak bukan semata-mata atas perhitungan rugi dan tanpa pamrih serta kepentingan pribadi. Oleh karena itu unsure persatuan sudah terdapat didalam kehidupan masyarakat Indonesia bahkan sudah dilaksanakan oleh mereka.
Menilik perkembangan di Negara kita dengan dihapusnya ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang pedoman penghayatan dan pengalaman Pancasila (P-4), penataran P-4 tidak lagi dilaksanakan, BP-7 dibubarkan sehingga banyak partai politik mengingini azas sendiri-sendiri, tidak lagi mencantumkan Pancasila sebagai azasnya. Azas yang dulu dinamakan sebagai paham aliran mulai muncuk kembali kepermukaan. Jika dulu paham aliran dianggap memecah belah bangsa kearah ideology, dihapusnya P-4 karena dikatakan sebagai alat kekuasaan.

4.    Nilai Kerakyatan

Istilah kerakyatan berarti bahwa yang berdaulat atau yang berkuasa adalah rakyat. Dalam bahasalai kerakyatan disebut demokrasi berasal dari bahsa Yunani demos yang berati rakyat dan kratos yang berarti berdaulat. Laboratorium Pancasila menyatakan bahwa “makna demokrasi yaitu musyawarah untuk mufakat perlu digambarkan dalam suatu atribut nilai.
Didalam merebutkan kekuasaan pada saat ini mufakan akan diambil jika ada banyak uang, jadi jika ada musyawarah tentang kepentingan rakyat dan tidak ada uang maka tidak akan terjadi mufakat, bisa juga terjadi mufakat akan tetapi dengan waktu yang berlarut-larut. Akan tetapi jika musyawarah itu terjadi kesepakatan sebelumnya dengan uang maka dengan waktu satu jam pun semua sudah mufakat. Disinilah nilai kerakyatan sudah tidak diperdulikan lagi oleh kalangan masyarakat Indonesia khususnya dikalangan para elit Negara.

5.    Nilai Keadilan

xKesejahteraan untuk semua orang karena ide dasarnya ialah memperlakukan dan diperlakukan sama, keadilan dapat dilukiskan dengan anak timbangan. Jadi setiap orang mendahulukan hidup dalam kebahagiaan baik sebagai individu maupun sebagai bangsa. Pada awal artikel sudah dijelaskan bahwa adil merupakan orang yang harus tahu hak orang lain dan haknya sendiri serta tahu apa kewajibannya sendiri maupun kewajiban orang lain.
Hukum di Indonesia pada saat ini sudah mulai jauh dari keadilan yang diharapkan oleh masyarakat Indonesia pada umumnya. Hukum akan lebih tajam jika pelaku hukumnya adalah kalangan masyarakat yang berada di bawah dan akan tumpul jika pelaku hukumnya adalah kalangan yang mempunyai uang. Hal yang benar bisa saja menjadi salah, dan yang salah bisa saja menjadi benar jika sudah bicara mengenai uang. Kini keadilan sudah tidak berlaku didalam kehidupan masyarakat Indonesia.

Pancasila Sebagai Pemersatu Bangsa


Akhir-akhir ini  muncul kesadaran baru tentang betapa pentingnya Pancasila digelorakan lagi, yang sudah beberapa lama seperti dilupakan. Sejak memasuki masa reformasi, maka apa saja yang  berbau orde baru  boleh  dibuang  dan atau  dijauhi. Reformasi seolah-olah mengharuskan semua tatanan  kehidupan termasuk ideologinya  agar supaya diubah, menjadi idiologi reformasi.  Siapapun kalau masih berpegang pandangan  lama, semisal Pancasila, maka dianggap tidak mengikuti zaman.
Pancasila pada orde baru dijadikan  sebagai tema sentral dalam menggerakkan seluruh komponen bangsa ini. Maka dirumuskanlah ketika itu  Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau disinghkat dengan P4. Pedoman itu  berupa butir-butir pedoman berbangsa dan bernegara.  Nilai-nilai yang ada pada butir-butir P4  tersebut sebenarnya tidak ada sedikitpun yang buruk atau ganjil, oleh karena itu,  menjadi mudah diterima oleh seluruh bangsa Indonesia.
Hanya saja tatkala memasuki  era reformasi, oleh karena pencetus P4  tersebut adalah orang yang tidak disukai, maka buah pikirannya pun dipandang harus dibuang, sekalipun baik. P4 dianggap tidak ada gunanya. Rumusan P4 dianggap sebagai alat untuk memperteguh kekuasaan. Oleh karena itu, ketika penguasa yang bersangkutan jatuh, maka semua pemikiran dan pandangannya  dianggap tidak ada gunanya lagi, kemudian ditinggalkan.
Sementara  itu,  era reformasi  belum berhasil  melahirkan  idiologi pemersatu bangsa yang baru.  Pada saat itu semangatnya adalah memperbaiki pemerintahan yang dianggap korup, menyimpang,  dan otoriter, dan  kemudian haraus  diganti dengan semangat demokratis. Pemerintah harus berubah dan bahkan undang-undang dasar 1945 harus diamandemen. Beberapa hal yang masih didanggap  sebagai identitas bangsa, dan harus dipertahankan  adalah bendera merah putih, lagu kebangsaan Indonesia raya, dan  lambang Buirung Garuda. Lima prinsip dasar yang mengandung nilai-nilai luhur kehidupan berbangsa dan bernegara,  yang selanjutnya disebut Pancasila, tidak terdengar lagi, dan apalagi P4.       
Namun setelah melewati sekian lama  masa reformasi, dengan munculnya idiologi baru, semisal NII dan juga lainnya, maka  memunculkan kesadaran baru, bahwa ternyata Pancasila, UUD 1945, Bhineka Tunggal Ika, NKRI dianggap penting untuk digelorakan kembali. Pilar kebangsaan itu dianggap sebagai alat pemersatu bangsa yang tidak boleh dianggap sederhana hingga dilupakan. Pancasila dianggap sebagai alat pemersatu, karena berisi cita-cita dan  gambaran tentang nilai-nilai ideal  yang akan diwujudkan oleh bangsa ini.
Bangsa Indonesia yang bersifat majemuk, terdiri atas berbagai agama, suku bangsa, adat istiadat, bahasa daerah,   menempati wilayah dan kepulauan yang sedemikian luas, maka  tidak mungkin berhasil disatukan tanpa alat pengikat.  Tali pengikat itu adalah cita-cita, pandangan hidup yang dianggap ideal yang dipahami, dipercaya dan bahkian  diyakini sebagai sesuatu yang mulia dan luhur.
Memang setiap  agama  pasti memiliki ajaran tentang  gambaran kehidupan ideal,  yang  masing-masing berbeda-beda.  Perbedaan itu tidak akan mungkin  dapat dipersamakan. Apalagi, perbedaan  itu sudah melewati  dan memiliki sejarah panjang. Akan tetapi,  masing-masing pemeluk agama lewat para tokoh atau pemukanya, sudah berjanji dan berekrar akan membangun negara kesatuan berdasarkan Pancasila itu.
Memang  ada sementara pendapat,  bahwa agama akan bisa mempersatukan bangsa. Dengan alasan bahwa masing-masing agama selalu mengajarkan tentang persatuan, kebersamaan dan  tolong menolong, sebagai dasar hidup bersama. Akan tetapi pada kenyataannya, tidak sedikit konflik  yang terjadi antara penganut agama yang berbeda. Tidak sedikit orang merasakan  bahwa perbedaan selalu menjadi halangan untuk bersatu. Maka Pancasila, dengan sila pertama adalah  Ketuhanan Yang Maha Esa, merangkum dan sekaligus menyatukan  pemeluk agama yang berbeda itu.  Mereka yang berbeda-beda dari berbagai aspeknya itu  dipersatukan  oleh cita-cita dan kesamaan idiologi bangsa ialah Pancasila.    
Itulah sebabnya, maka  melupakan Pancasila sama  artinya dengan mengingkari  ikrar, kesepakatan,  atau janji bersama sebagai bangsa, yaitu bangsa Indonesia. Selain  itu, juga dem ikian,  manakala muncul kelompok atau sempalan yang akan mengubah  kesepakatan itu, maka sama artinya dengan  melakukan pengingkaran sejarah dan janji  yang telah disepakati bersama. Maka,  Pancasila adalah sebagai tali pengikat bangsa yang harus selalu diperkukuh  dan digelorakan pada setiap saat. Bagi bangsa Indonesia melupakan Pancasila, maka sama artinya dengan melupakan kesepakatan dan bahkan janji bersama itu.
Oleh sebab itu, Pancasila, sejarah  dan  filsafatnya harus tetap diperkenalkan dan diajarkan kepada segenap warga bangsa ini, baik lewat pendidikan formal maupun non formal. Pancasila  memang hanya dikenal di Indonesia, dan tidak dikenal di negara lain. Namun hal itu tidak berarti, bahwa bangsa  ini tanpa Pancasila bisa seperti bangsa lain. Bangsa Indonesia memiliki sejarah, kultur, dan sejarah politik yang berbeda dengan bangsa lainnya. Keaneka-ragaman bangsa Indonesia memerlukan  alat pemersatu, ialah Pancasila.