V. PENDIDIKAN DAN
MASYARAKAT
1.
HUBUNGAN
INDIVIDU DAN MASYARAKAT
Banyak para ahil telah
memberikan pengertian tentang masyarakat. Smith, Stanley dan Shores
mendefinisikan masyarakat sebagai suatu kelompok individu-individu yang
terorganisasi serta berfikir tentatang diri mereka sendiri sebagai suatu
kelompok yang berbeda. (Smith, Stanley, Shores, 1950, p. 5).
Znaniecki menyatakan bahwa
masyarakat merupakan suatu sistem yang meliputi unit biofisik para individu
yang bertempat tinggal pada suatu daerah geografis tertentu selama periiode
waktu tertentu dari suatu generasi. Dalam sosiology suatu masyarakat dibentuk
hanya dalam kesejajaran kedudukan yang diterapkan dalam suatu organisasi. (F
Znaniecki, 1950, p. 145),
Jika kita bandingkan dua pendapat
tersebut di atas tampak bahwa pendapat Znaniecki tersebut memunculkan unsur
baru dalam pengertian masyarakat yaitu masyarakat itu suatu kelompok yang telah
bertempat tinggal pada suatu daerah tertentu dalam lingkungan geografis
tertentu dan kelompok itu merupakan suatu sistem biofisik. Oleh karena itu
masyarakat bukanlah kelompok yang berkumpul secara mekanis akan tetapi
berkumpul secara sistemik. Manusia yang satu dengan yang lain saling memberi,
manusia dengan lingkungannya selain menerima dan saling memberi. Konsep ini
dipengaruhi oleh konsep pandangan ekologis terhadap satwa sekalian alam.
Parson menjelaskan bahwa suatu
sistem sosial di mana semua fungsi prasyarat yang bersumber dan dalam dirinya
sendiri bertemu secara ajeg (tetap) disebut masyarakat. Sistem sosial terdiri
dari pluralitas prilaku-pnilaku perseorangan yang berinteraksi satu sama lain
dalam suatu lingkungan fsik. Jika masing masing individu ini berinteraksi dalam
waktu yang lama dari generasi ke generasi dan terjadi pada proses sosialisasi
pada generasi tersebut maka aspek ini akan menjadi aspek yang penting dalam
sistem sosial. Dalam berintegrasi dan bersosialisasi ini kelompok tersebut
mempergunakan kerangka acuan pendidikan.
Dari berbagai pendapat tersebut
di atas maka W F Connell (1972, p. 68-69) menyimpulkan bahwa masyarakat adalah
(1) suatu kelompok orang yang berpikir tentang diri mereka sendiri sebagai
kelompok yang berbeda, diorganisasi, sebagai kelompok yang diorganisasi secara
tetap untuk waktu yang lama dalam rintang kehidupan seseorang secara terbuka
dan bekerja pada daerah geografls tertentu, (2) kelompok orang yang mencari
penghidupan secara berkelompok, sampai turun temurun dan mensosialkan anggota
anggotanya melalui pendidikan, (3) suatu ke orang yang mempunyai sistem
kekerabatan yang terorganisasi yang mengikat anggota-anggotanya secara bersama
dalam keselurühan yang terorganisasi.
Pendapat tersebut di atas tidak
berbeda dengan pendapat Liton yang dikutip oleh Indan Encang (1982, p.14) yang
menyatakan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah cukup
lama hidup dan bekerja sama, sehingga mereka itu dapat mengorganisasikan
dirinya dan berpikir tentang dirinya sebagai satu kesatuan sosial dengan
batas-batas tartentu.
Pengertian individu :
Dalam ilmu sosial individu
merupakan bagian terkecil dari kelompok masyarakat yang tidak dapat dipisah
lagi menjadi bagian yang lebih kecil. Umpama keluarga sebagai kelompok sosial
yang terkecil terdiri dari ayah, ibu dan anak. Ayah merupakan individu yang
sudah tidak dapat dibagi lagi, demikian pula Ibu. Anak masih dapat dibagi sebab
dalam suatu keluarga jumlah anak dapat lebih dari satu.
Hubungan
individu dan masyarakat secara umum :
Hubungan
antara individu dan masyarakat telah lama dibicarakan orang. Soeyono Soekanto
(1981, p.4) menyatakan bahwa sejak Plato pada zaman Yunani Kuno telah ditelaah
tentang hubungan individu dengan masyarakat. K. J. Veerger (1986, p. 10) lebih
lanjut menjelaskah bahwa pembahasan tentang hubung individu dan masyarakat
telah dibahas sejak Socrates guru Plato.
Hubungan antara individu dan
masyarakat telah.banyak disoroti oleh para ahli baik para filsuf maupun para
ilmuan sosial. Berbagai pandangan itu pada dasarnya dapat dikelompokkan kedalam
tiga pendapat yaitu pendapat yang menyatakan bahwa (1) masyarakat yang
menentukan individu, (2) individu yang menentuk masyarakat, dan (3) idividu dan
masyarakat saling menentukan.
Pandangan yang pertama
terhadap hubungan antara masyarakat dan individu didasarkan bahwa masyarakat
itu mempunyai suatu realitas tersendini. Masyarakat yang penting dan Individu
itu hidup untuk masyarakat. Pandangan ini berakar pada realisme yaitu suatu
aliran filsafat yang mengatakan bahwa konsep-konsep umum seperti manusia
binatang, pohon, keadaan, keindahan dan sebagainya itu mewakili realita luar
diri yang memikirkan mereka. Jadi di luar manusia yang sedang berpikir ada
suatu realitas tertentu yang bersifat umum. Oleh karena itu berlaku secara umum
dan tidak terikat oleh yang satu persatu. Jika mengatakan manusia itu makhluk
jasmani dan rohani, maka kita membicarakan setiap manusia terlepas dan manusia
yang manapun dan di manapun. Konsekuensi dari pendapat itu maka masyarakat itu
merupakan suatu realitas. Masyarakat memiliki realitas tersendiri dan tidak
terikat oleh unsur yang lain dan yang berlaku umum. Masyarakat yang dipindahkan
oleh seseorang itu berada di luar orang yang berpikir tentang masyarakat itu
sendiri. Sebelum individu ada masyarakat yang dipikirkan itu telah ada. Oleh
karena itu masyarakat itu tidak terikat pada individu yang memikirkannya.
Menurut K J Veerger (1986) ada tiga pandangan yang memandang masyarakat sebagai
suatu realitas yaitu pandangan holistis, organis dan kolektivitis.
Pandangan holisme terhadap hubungan individu
dan masyarakat. Istilah holisme berasal dan bahasa Yunani, Holos yang berarti
keseluruhan. Holisme memandang secara berlebihan terhadap totalitas
(keseluruhan) path kesatuan kehidupan manusia dengan mengingkari adanya perbedaan
di antara manusia. Keseluruhan dipandang sebagai sesuatu hal yang melebihi dari
bagian-bagian. Pandangan yang bersifat holistis ini tampak pada pandangan
Aguste Comte (1798 - 1853). Menurut Aguste Comte masyarakat dilihat suatu
kesatuan di mana dalam bentuk dan arahnya tidak tergantung pada inisiatif bebas
anggotanya, melainkan pada proses spontan otomatis perkembangan akal budi
manusia. Akal budi dan cara orang berpikir berkembang dengan sendirinya.
Prosesnya berlangsung secara bertahap, merupakan proses alam yang tak
terelakkan dan tak terhentikan. Perkembangan ini dikuasal Oleh hukum universal
yang berlaku bagi semua orang di manapun dan kapanpun Dan pandangan Comte in
dapat diketahui bahwa umat manusia itu dipandang sebagai suatu keseluruhan, individu
merupakan bagian-bagian yang hidup untuk kepentingan keseluruhan.
Pandangan organisme terhadap hubungan antara
individu dan masyarakat. Organisme suatu aliran yang berpendapat bahwa
masyarakat itu berevolusi atau berkembang berdasarkan suatu pninsip intrinsik
di dalani dirinya sama seperti halnya dengan tiap-tiap organisme atau makhluk
hidup. Prinsip perkembangan ini berperan dengan lepas bebas dari kesadaran dan
kemauan anggota masyarakat.
HUBUNGAN
INDIVIDU DAN MASYARAKAT DI INDONESIA
Dari uraian tersebut di atas kita dapat
mengetahui bahwa hubungan individu dan masyarakat itu dapat ditinjau dari segi
masyarakat saja (totalisme), ditinjau dari segi individu saja (individualisme)
dan ditinjau dari segi interaksi individu dan masyarakat. Dengan memperhatikan
tiga pandangan ini maka bagaimana hubungan individu dan masyarakat di
Indonesia? Profesor Supomo menyatakan bahwa hubungan antara warga negana dan
negara Indonesia adalah hubungan yang integral. Driyarkara SY menyatakan bahwa
hubungan masyarakat Indonesia pada dasarnya adalah hubungan yang integral
(Driyarkara, 1959, p. 225). Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa paham yang
dianut untuk menggambarkan hubungan antara individu dan masyarakat di Indonesia
adalah paham integralisme.
Paham
inntegralisme berpendapat bahwa individu-individu yang bermacam-macam itu
merupakan suatu kesatuan dan keseluruhan yang utuh. Manusia dalam masyarakat
yang teratur dan tertib itu berada dalam suatu integrasi. Menurut Dniyarkara SY
integrasi semacam ini dapat berarti dalam arti sosiologis dan psikologis, sebab
manusia yang berada dalam integrasi itu merasa aman, tenang dan bahagia.
Integrasi semacam ini terdapat dalam masyanakat kecil maupun besar, seperti
keluarga, desa dan negara.
Menurut peneitian J. H.
Boeke (1953) yang dikutip oleb Driyarkara SY (1959, p. 229-230) terhadap
masyarakat Tenganan dan masyarakat Badui serta Tengger disimpuilcan bahwa dalam
masyarakat yang integral akan terlihat adanya unsur-unsur pokok sebagai
berikut: (1) keyakinan tentang adanya hubungan antara manusia dan dunia yang
tak terlihat, (2) hubungan antara manusia dengan tanah tumpah darah yang sangat
erat, (3) hubungan antara manusia dengan keluarga yang erat, (4) suatu bentuk
masyarakat di mana semua anggotanya mengerti seluk beluk masyarakatnya, (5)
kehidupan material yang layak karena orang mengerti bagaimana mencari kehidupan
itu.
Hubungan
individu dan masyarakat dalam Indonesia merdeka seperti yang dimaksud Prof.
Supomo dapat diperhatikan dalam rumusan Proklamasi Kemerdekaan RI,
Undang-Undang Dasar 1945 dan GBHN. Dalam Proklamasi dirumuskan: Kami bangsa
Indonesia dengan mi menyatakan kemerdekaannya. Hal-hal yang mengenai pemindahan
kekuasaan dan lain-lain diselenggarakan dengan cara seksama dalam tempo yang
sesingkat-singkatnya. Atas nama bangsa Indonesia. Sukarno Hatta. (Nugroho
Notosusanto, 1983, p. 17). Penggunaan kata kami dan atas nama bangsa Indonesia
menunjukkan bahwa negara yang dikemer dekaan itu untuk semua warga bangsa
Indonesia, bukan untuk Sukarno maupun Hatta. Hal ini berarti bahwa kemerdekaan
untuk seluruh bangsa Indonesia diperjuangkan oleh masing-masing warga bangsa
Indonesia. Jadi individu dan masyarakat terinntegrasi untuk memperjuangkan dan
mempertahankan kemederkaan Indonesia. Dalam Pembukaan UUD 1945 alinea pertama
dinyatakan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Pada alinea kedua
dinyatakan bahwa perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah mengantarkan
negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Pada alinea
yang ketiga atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa dan didorong oleh
keinginan yang luhur supaya berkebangsaan yang bebas maka rakyat Indonesia
menyatakan kemerdekaannya. Pada alinea keempat dinyatakan bahwa pemerintahan
negara Indonesia yang dibentuk adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia
dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Dari kenyataan
ini dapat disimpulkan bahwa kepentingan yang diperjuangkan adalah masyarakat
secara keseluruhan dan individu-individu sebagai warga bangsa secara
perseorangan.
Perhatian terhadap masyarakat
dan individu dapat dijumpai pada pasal-pasal dalam UUD 1945 seperti pasal 30
yang mengatur hak dan kewajiban warga negara untuk membela negara, pasal 31
yang mengatur hak dan kewajiban tentang pengajaran bagi tiap-tiap warga negara
dan pemerintah, pasal 33 yang mengatur tentang (1) perekonomian disusun sebagai
usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan, (2) cabang cabang produksi
yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh
negara, (3) bumi dan air dan kekayaan-kekayaan alam yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besamya kemakmuran rakyat,
pasal 34 menyatakan bahwa fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh
negara. Dalam pasal 27 dijelaskan bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan
yang sama dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu tidak ada kecualinya. Tiap-tiap warga negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Pasal 28 menyatakan
tiap-tiap warga negara mempunyai kemerdekaan berserikat, berkumpul,
mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan sebagaimana ditetapkan dalam
Undang-undang. Pasal 29 negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan
kepercayaannya itu. Pada pasal 1 dijelaskan bahwa Negara Indonesia adalah
negara kesatuan yang berbentuk Republik dan kedaulatan di tangan rakyat dan
dilakukan sepenuhnya oleh MPR. Jika pasal demi pasal tersebut di atas
diperhatikan maka jelas bahwa individu dan masyarakat diberi kewajiban dan hak
dalam mengejar kehidupan yang bahagia sejahtera.
Dalam Ketetapan MPR nomor
II/MPR/l988 tentang tujuan pembangunan nasional dijelaskan bahwa pembangunan
nasional adalah untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material
dan spiritual berdasarkan Pancasila di dalam wadah negara Kesatauan Republik
Indonesia yang merdeka, berdaulat, bersatu dan berkedaulatan rakyat dalam
suasana perikehidupan bangsa yang aman, tenteram, tertib dan dinamis serta
dalam lingkungan pergaulan dunia yang merdeka, bersahabat, tertib dan damai.
Dan pemyataan ini dapat diketahui bahwa kepentingan individu dan kepentingan
bersama-sama mendapat perhatian dan diberi tempat yang sama dalam menciptakan
kehidupan yang bahagia sejahtera.
Berdasarkan ketetapan MPR NO. II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila dijelaskan tentang Pandangan Pancasila terhadap hubungan
individu dan masyarakat bahwa. kebahagian manusia akan tercapai jika dapat
dikembangkan hubungan yang selaras, serasi, dan seimbang antara manusia dan
masyarakat. Hubungan sosial yang selarasdan serasi, selaras dan seimbang itu
antara individu dan masyarakat itu tidak netral, tetapi dijiwai oleh
nilai-nilal yang terkandung dalam lima sila dalam Pancasila secara kesatuan.
Dan uraian tersebut di atas dapat
disimpulkan bahwa pandangan integralisme ini tidak lain adalah pandangan
Pancasila yang memandang hubungan individu dan masyarakat itu secara serasi
selaras dan seimbang dalam menciptakan manusia yang sejahtera dan bahagia lahir
batin, dunia dan akhirat.